7 February 2024 10:50 WIB

Ketika Ketua KPU Melanggar Etik : Pantaskah?

Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP) pada senin 5 Februari 2024, memutuskan bahwa Ketua KPU, Hasyim Asyari. Telah melakukan pelanggaran etik atas kesalahannya menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden. Hasyim terbukti melakukan  pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

Hasyim dijatuhi hukum sanksi peringatan keras terakhir. Sedangkan enam komisioner KPU lainnya dijatuhi hukum sanksi peringatan keras. Enam Komisioner tersebut antara lain M Afifuddin, Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.

Sebelumnya Hasyim dan para komisioner KPU telah dilaporkan oleh emas Brian Wicaksono (perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), PH Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023). Para pengadu melaporkan adanya pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.

Menurut pengadu, tindakan KPU telah melanggar etik dan undang undang. Pasalnya, KPU belum merevisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Maka seharusnya, pencalonan Gibran tidak diterima oleh KPU karena dalam peraturan tersebut syarat pencalonan masih berusia minimal 40 tahun.

Pelanggaran Penyelenggara Pemilu

Menurut DKPP, para teradu memang sudah sepatutnya menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 sebagai perintah konstitusi. Namun, setelah diselidiki lebih dalam para teradu tidak sesuai dalam tata kelola administrasi yang seharusnya.

KPU seharusnya segera membuat rancangan perubahan PKPU No 19/2023 tentang Pencalonan Pilpres sebagai tindak lanjut Putusan MK No 90/2023. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum.

Pasal tersebut mengatur tentang dalam keadaan tertentu KPU dapat mengajukan rancangan PKPU di luar program penyusunan rancangan PKPU, dimana dalam hal ini termasuk juga dalam menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi.

KPU juga seharusnya berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membentuk PKPU melalui rapat dengar pendapat. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 75 Ayat (4) UU Pemilu 2017.

Namun, alih alih menyusun revisi PKPU sesuai dengan alurnya. KPU justru menerbitkan surat nomor 1145/PL.01-SD/05/2023 perihal tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 17 Oktober 2023.

Selain itu, KPU juga menerbitkan berita acara pendaftara calon presiden wakil presiden pada tanggal 27 Oktober 2023 tidak lazim disebabkan tidak sesuai dengan aturan hukum administrasi. Seharusnya, KPU menerbitkan berita acara tersebut sesuai dengan hari dan tanggal dilakukannya pendaftaran. DKPP menilai KPU telah melanggar Pasal 15 huruf e Peraturan DKPP No 2/2017.

Berdasarkan uraian itu, DKPP berpendapat, para teradu terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Para teradu melanggar Pasal 11 huruf a dan huruf c, Pasal 15 huruf c, dan Pasal 19 huruf a Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Dampak Pelanggaran Kode Etik KPU

Pelanggaran Etika merupakan pelanggaran yang jauh lebih serius dibandingkan pelanggaran lainnya. Pasalnya, pelanggaran etika menyangkut kemampuan seseorang dalam mengemban amanah yang sedang dijalankannya. 

Menurut Despan Heryansyah, peneliti pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII. Etika dan Hukum adalah dua elemen yang sangat berkaitan. Namun, berbeda dalam penindakannya. Etika adalah ladang tempat hukum ditemukan dan Hukum adalah pengejawantahan hukum yang telah diberi sanksi dan dibuat formal.

Dalam filsafat hukum, tingkatan hukum berawal dari nilai, asas, norma, dan undang-undang. Dalam konsep tersebut etika berada satu tingkatan yang sama dengan norma dan asas. Maka dari itu posisi etika lebih tinggi daripada hukum. Implikasinya, pelanggaran etika secara sosiologis mendapatkan celaan sama atau bahkan lebih dari pelanggaran hukum

Maka dalam hal ini apa yang dilakukan KPU dan juga Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya telah di dakwa oleh Mahkamah Kehormatan MK merupakan sebuah pelanggaran berat lebih daripada pelanggaran hukum normatif.  Di Jepang, mereka tidak mengenal istilah pelanggaran etik. Dikarenakan apabila ada pelanggaran etik atau dugaan bahkan mereka telah mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, di Indonesia mereka masih tetap eksis dan percaya diri seakan akan tidak ada yang salah. (APY)

Sumber :

  1. Despan  Heryansyah (2018) Etika dan Hukum, Antikorupsi.org. Available at: https://antikorupsi.org/id/article/etika-dan-hukum.
  2. Defri Werdiono, I.B. (2024) DKPP Nyatakan Ketua Dan Anggota KPU Langgar Etik Dalam Aduan terkait pendaftaran gibran, kompas.id. Available at: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/02/05/dkpp-nyatakan-ketua-dan-anggota-kpu-langgar-etik-dalam-aduan-terkait-pendaftaran-gibran (Accessed: 07 February 2024).
  3. Reliubun, I. (2024a) Breaking news: Ketua KPU Terbukti langgar Kode Etik karena Terima Pencalonan Gibran, Tempo. Available at: https://nasional.tempo.co/read/1829842/breaking-news-ketua-kpu-terbukti-langgar-kode-etik-karena-terima-pencalonan-gibran (Accessed: 07 February 2024).

Berita Lain

Potensi kecurangan

Berikut beberapa potensi kecurangan yang dapat terjadi ditahap ini:

Pembagian sisa surat undangan

Pembagian sisa surat undangan untuk memilih yang dibagikan kepada mereka yang tidak berhak.

Memindahkan suara calon

Memindahkan suara calon legislator kepada calon legislator lain dalam satu partai atau memasukkan suara partai ke calon legislator tertentu.

Jual beli rekapitulasi suara

Jual beli rekapitulasi suara, utamanya bagi partai yang tidak lolos parliamentary threshold.

Apakah Anda menemukan kecurangan
seperti contoh disekitar anda?