Tahukah kamu? ternyata saat ingin menggunakan hak suara kita harus terdaftar sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap). Namun, terdapat status suara lain saat pemilu seperti DPK (Daftar Pemilih Khusus) dan DPTb (Daftar Pemilih Tambahan). Ternyata terdapat oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan surat suara DPK dan DPTb yang akan menguntungkan salah satu peserta pemilu. Pasalnya, data surat suara tersebut terkadang tidak tercatat dengan baik bahkan saat menjelang hari H pencoblosan terdapat surat suara sisa. Bagi yang tidak memiliki surat C5 sebagai DPK dan DPTb dapat langsung menentukan hak suaranya hanya dengan menunjukan bukti e-ktp.
Apa itu DPK dan DPTb
Melansir laman resmi KPU, Daftar Pemilihan Khusus (DPK) merujuk pada daftar yang memuat warga yang memenuhi syarat untuk memberikan suara di luar tempat tinggal tetap mereka. Seperti, mahasiswa kuliah yang tidak tinggal satu domisili di TPS maka ia diharuskan mendaftakan menjadi DPK untuk mendapatkan hak suaranya.
Sebagai pemilih DPK menurut waktu pencoblosan dipisahkan dengan DPT. Pemilih DPK hanya diberi waktu satu jam sebelum pemungutan suara selesai dengan catatan surat suara masih tersisa. Untuk memenuhi syarat sebagai pemilih DPK harus terdaftar sebagai DPT di domisili, kemudian mendatangi PPS untuk mengisi formulir A5-KPU (formulir pindah pemilih) dengan membawa KTP-el, lalu tim PPS pasti mencatat pemilih yang pindah.
Sedangkan DPTb ialah daftar yang memuat warga yang tidak terdaftar dalam DPT, namun memiliki hak suara. Seperti, warga yang baru pindah ke kecamatan Prambanan dan belum terdaftar dalam DPT dapat dimasukkan dalam kategori ini atau masyarakat yang sudah memasuki umur 17 tahun tetapi belum memiliki KTP.
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum pasal 1 angka 37 no 11 tahun 2018, terdapat 10 kriteria yang dinyatakan sebagai DPK dan DPTb antara lain:
- Sedang menjalankan tugas di tempat lain pada saat hari pemungutan suara,
- Menjalani rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan dan keluarga yang mendampingi,
- Penyandang disabilitas yang menjalani perawatan di panti sosial atau panti rehabilitasi,
- Menjalani rehabilitasi narkoba,
- Menjadi tahanan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan,
- Terpidana yang sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan,
- Tugas belajar/menempuh pendidikan menengah atau tinggi,
- Pindah domisili,
- Tertimpa bencana alam,
- Bekerja di luar domisilinya; dan
- Keadaan tertentu di luar dari ketentuan di atas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagi masyarakat yang sudah tidak tinggal di daerah pemilihan tetapnya dapat berpindah lokasi untuk menentukan hak suara. Tentu diperlukan kehati-hatian bagi yang berpindah ke TPS lain agar hak suaranya tidak disalahgunakan. Peran masyarakat dan bawaslu sangat penting untuk memantau jalannya pemilu.
Potensi Pelanggaran DPK dan DPTb
Terkait adanya potensi pelanggaran dari pemilih DPK dan DPTb terkadang tidak terdata dengan jelas dan baik. Orang bisa saja langsung menuju TPS untuk menentukan hak suara hanya dengan bermodalkan KTP-el. Selain itu, minimnya pengawasan membuat siapapun dapat menjadi pemilih gelap.
Biasanya modus yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab ialah dengan menggunakan surat suara lebih tersebut untuk memenangkan peserta pemilu tertentu apabila si pemilih tidak datang ke TPS. Tentu hal itu dapat merugikan banyak pihak termasuk peserta pemilu yang lainnya.
Selain pemilih DPK dan DPTb terdapat data masyarakat yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan penelusuran Kompas.id, terdapat 6.476.221 pemilih yang tidak memenuhi syarat selama pengawasan tahapan pencocokan dan penelitian atau coklit. Bayangkan saja kalau data tersebut disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, tentu akan menguntungkan salah satu pihak.
Cara Mencegah agar DPK dan DPTb Tidak Disalahgunakan
Tentu bagi masyarkat yang ingin mengetahui dan melihat potensi kecurangan dapat mengumpulkan datanya hingga melakukan proses ke bawaslu. Pemilih juga dapat berperan dalam mengawasi berjalannya permilu. Saat kegiatan pemungutan suara, masyarakat dapat langsung memantau kinerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Pengawas PPS.
Alternatif lain bagi masyarakat jika menemukan dugaan pelanggaran pemilu atau bahkan melakukan kecurangan dapat langsung melaporkan ke kantor pengawas pemilu terdekat yang tersedia di kantor-kantor keluarahan. Sebagai masyarakat sipil mengawasi jalannya pemungutan suara itu sangat penting untuk memastikan benar-benar hak suara saat mulai pencoblosan sampai penghitungan tidak terjadi manipulasi atau kecurangan.